bahasinfo.net – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dijadwalkan menghadiri sidang vonis pada 10 Januari 2025 terkait kasus pidana pembayaran uang tutup mulut kepada seorang bintang film dewasa. Kasus ini menjadi momen unik dalam sejarah AS, di mana seorang presiden – baik yang sedang menjabat maupun mantan – diadili dan dihukum atas tindak pidana.
Dilansir Reuters, Hakim Juan Merchan mengumumkan bahwa Trump, yang telah dinyatakan bersalah, dapat menghadiri sidang vonis secara langsung atau virtual. Hukuman yang dijatuhkan dipastikan tidak mencakup hukuman penjara. Hakim Merchan menyatakan bahwa pembebasan tanpa syarat, tanpa denda, masa percobaan, atau tahanan, adalah langkah yang paling tepat dalam kasus ini.
Keputusan ini membuka peluang bagi Trump untuk mengajukan banding. Hakim Merchan juga menolak permintaan tim pembela Trump untuk membatalkan kasus tersebut, meskipun Trump telah memenangkan pemilihan presiden. Tim pembela berargumen bahwa kasus ini dapat mengganggu kemampuan Trump dalam menjalankan tugas sebagai presiden.
Juru bicara Trump, Steven Cheung, menegaskan dalam pernyataan resminya bahwa kasus ini tidak seharusnya diajukan. “Kasus yang melanggar hukum ini seharusnya dibatalkan segera karena melanggar Konstitusi,” ujarnya.
Vonis dijadwalkan hanya sepuluh hari sebelum pelantikan Trump pada 20 Januari 2025. Keputusan ini menciptakan preseden baru dalam sejarah AS, mencerminkan dinamika hukum dan politik yang kompleks di negara tersebut. Trump, yang berusia 78 tahun, kini bersiap untuk menghadapi tahap hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan banding atas putusan tersebut.
“Baca Juga : Hacker Bobol Data Harley-Davidson, 66 Ribu Data Pelanggan Terancam”
Hakim Juan Merchan menolak argumen tim hukum Donald Trump untuk membatalkan putusan juri dalam kasus pembayaran uang tutup mulut. Dalam putusannya, Merchan menegaskan bahwa mengesampingkan putusan juri akan “merusak Aturan Hukum dengan cara yang tak terukur.” Ia juga menolak klaim bahwa status Trump sebagai Presiden terpilih harus memberikan perlakuan istimewa di pengadilan.
“Status terdakwa sebagai Presiden terpilih tidak memerlukan penerapan wewenang pengadilan yang drastis dan ‘langka’ untuk mengabulkan mosi pemberhentian,” tulis Merchan.
Hakim juga menolak argumen lain dari tim Trump, yang menyebutkan kontribusi sipil dan finansial Trump terhadap kota dan negara sebagai alasan pembatalan kasus. Meskipun mengakui pengabdian Trump selama menjabat sebagai presiden, Merchan menyoroti pernyataan Trump yang sering kali mengecam sistem peradilan sebagai faktor penting dalam keputusan tersebut.
Merchan mengkritik keras “serangan tanpa henti dan tidak berdasar” Trump terhadap integritas proses hukum, termasuk pernyataannya yang menyerang hakim, juri, dan sistem peradilan. Selama persidangan, Trump bahkan dinyatakan bersalah atas 10 tuduhan penghinaan karena melanggar perintah pengadilan yang melarang pernyataan di luar sidang.
Kronologi Kasus Kasus ini berawal dari pembayaran USD130.000 yang dilakukan mantan pengacara Trump, Michael Cohen, kepada Stormy Daniels sebelum pemilu 2016 untuk mencegahnya mengungkap hubungan mereka. Trump membantah tuduhan tersebut. Pada Mei 2024, juri Manhattan menyatakan Trump bersalah atas 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis yang terkait pembayaran tersebut.
Trump mengklaim kasus ini merupakan upaya politik Jaksa Distrik Manhattan Alvin Bragg, seorang Demokrat, untuk merusak kampanye pemilihan presiden 2024. Setelah berbagai penundaan, Merchan memutuskan menjatuhkan vonis pada 10 Januari 2025, hanya beberapa hari sebelum pelantikan Trump sebagai Presiden AS. Keputusan ini menciptakan preseden unik dalam sejarah Amerika.
“Baca Juga : Pengawal dan Militer Gagalkan Penangkapan Presiden Korsel”