Gaza Diibaratkan Neraka oleh Palang Merah Internasional
bahasinfo.net – Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Mirjana Spoljaric, menyampaikan peringatan keras terkait krisis kemanusiaan di Gaza pada Jumat (11/4/2025). Ia menggambarkan kondisi di wilayah tersebut sebagai “neraka di bumi” akibat tidak adanya akses air, listrik, dan makanan bagi warga sipil.
“Saat ini, kami berada dalam situasi yang layak disebut neraka di bumi. Banyak warga tidak bisa mengakses kebutuhan dasar,” ujar Spoljaric dari markas besar ICRC di Jenewa, dilansir Reuters pada Sabtu (12/4/2025).
Spoljaric juga mengungkapkan bahwa rumah sakit lapangan menghadapi ancaman kehabisan pasokan dalam dua minggu ke depan. Ia menegaskan bahwa selama enam minggu terakhir, bantuan logistik sama sekali tidak masuk ke Gaza.
“Jika kondisi ini terus berlanjut, rumah sakit tidak akan bisa beroperasi. Stok kami makin menipis,” lanjutnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa persediaan antibiotik dan kantong darah di Gaza sangat terbatas. Dr. Rik Peeperkorn dari WHO menyebut bahwa 22 dari 36 rumah sakit hanya bisa melayani pasien secara terbatas.
Presiden Palang Merah juga menyampaikan kekhawatiran atas keselamatan tim kemanusiaan. Ia mengatakan bahwa evakuasi warga sangat berisiko, sementara para relawan juga terancam keselamatannya.
“Baca Juga : Prancis Siap Akui Negara Palestina Mulai Juni 2025”
Lebih tragis lagi, pada Maret lalu, tim penyelamat menemukan jenazah 15 pekerja bantuan yang dikubur massal di Gaza selatan. Di antaranya termasuk delapan anggota Bulan Sabit Merah Palestina. PBB dan organisasi kemanusiaan menuding pasukan Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematian mereka.
Militer Israel menyatakan pada Senin bahwa penyelidikan awal menunjukkan serangan mematikan di Gaza terjadi karena pasukan merasa terancam. Mereka mengklaim telah mengidentifikasi enam militan Hamas di sekitar lokasi saat itu.
Sementara itu, Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Mirjana Spoljaric, menyerukan gencatan senjata segera. Ia mendesak penghentian konflik agar para sandera bisa dibebaskan dan bantuan kemanusiaan kembali mengalir ke Gaza.
Spoljaric menyoroti krisis kemanusiaan yang semakin memburuk akibat tidak adanya akses bantuan sejak 2 Maret. Saat itu, Israel memblokade masuknya truk bantuan karena perundingan gencatan senjata tahap berikutnya terhenti.
Israel melanjutkan operasi militernya di Gaza sejak 18 Maret, setelah mengklaim Hamas melanggar perjanjian gencatan senjata. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Israel menyebut bahwa sebanyak 25.000 truk bantuan sempat masuk ke Gaza selama 42 hari masa gencatan.
Namun, Israel menuduh Hamas menyalahgunakan bantuan tersebut untuk memperkuat kembali kekuatan militer mereka. Tuduhan itu dibantah langsung oleh pihak Hamas.
Akibat agresi militer yang berlangsung sejak Oktober 2023, lebih dari 50.000 warga Palestina dilaporkan tewas. Banyak korban berasal dari kelompok rentan, termasuk anak-anak dan perempuan.
Situasi ini mendorong komunitas internasional, termasuk PBB dan organisasi kemanusiaan, untuk terus menekan agar gencatan senjata segera diberlakukan. Mereka mendesak agar bantuan kemanusiaan bisa kembali masuk dan warga sipil memperoleh perlindungan dasar.
“Baca Juga : China Beri Insentif Baru Hadapi Penurunan Angka Kelahiran”