bahasinfo.net – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menerapkan kebijakan baru terkait perpajakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor e-commerce.
Kebijakan ini mengatur pemotongan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% dari omzet, ditujukan kepada pelaku usaha dengan pendapatan tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar. Kebijakan ini menyasar penjual aktif di berbagai platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan Bukalapak.
“Baca Juga: WhatsApp Buat Fitur AI untuk Ringkas Pesan Belum Terbaca”
Pajak Diterapkan Melalui Skema Pemotongan oleh Platform E-commerce
Berbeda dari sebelumnya, pajak yang dulunya harus dibayarkan mandiri oleh pelaku usaha kini akan dipotong langsung oleh platform e-commerce. Pemotongan dilakukan setiap kali terjadi transaksi, dan platform wajib menyetorkan pajak tersebut ke pemerintah. Pajak ini termasuk dalam kerangka PPh Pasal 22, bukan jenis pajak baru, melainkan perubahan dari sisi administrasi yang dinilai lebih efisien dan transparan. “Tujuannya adalah penyederhanaan kepatuhan dan pemerataan beban antara pelaku usaha online dan offline,” ujar juru bicara Kementerian Keuangan.
Tidak Berlaku untuk Usaha Kecil dengan Omzet di Bawah Rp 500 Juta
UMKM yang memiliki omzet tahunan di bawah Rp 500 juta tidak akan dikenakan pajak ini. Sementara pelaku usaha dengan omzet di atas batas tersebut akan dikenai pemotongan langsung sebesar 0,5% dari total pendapatan kotor, bukan dari laba bersih.
Skema ini dipilih agar lebih praktis, meskipun menuai kritik karena tidak memperhitungkan margin keuntungan. Kebijakan tersebut juga akan disertai sanksi administratif bagi platform yang terlambat memungut atau menyetor pajak.
Ditjen Pajak Pastikan Tidak Ada Pajak Tambahan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa kebijakan ini bukan merupakan pajak tambahan. Tujuannya adalah meningkatkan kepatuhan pajak, mengingat pendapatan negara dari pajak menurun sekitar 11,4% pada Januari–Mei 2025. DJP juga menyebut kebijakan ini sebagai langkah modernisasi sistem perpajakan digital, agar lebih responsif terhadap perkembangan bisnis daring yang terus meningkat di Indonesia.
Selain itu, DJP berharap skema ini dapat mempermudah proses pelaporan pajak bagi pelaku UMKM yang selama ini kesulitan memenuhi kewajiban perpajakannya secara manual. Melalui integrasi langsung dengan platform e-commerce, proses penghitungan dan pembayaran pajak dilakukan secara otomatis, mengurangi potensi kesalahan, penghindaran pajak, dan beban administrasi. DJP juga memastikan bahwa implementasi kebijakan ini akan disertai panduan teknis serta dukungan edukasi kepada para pelaku usaha. Hal ini penting agar pelaku UMKM dapat beradaptasi dengan sistem baru tanpa terganggu aktivitas bisnisnya. Pemerintah berkomitmen menghadirkan ekosistem pajak yang lebih inklusif, efisien, dan adil bagi seluruh pelaku usaha.
“Baca Juga: Xring 02 Resmi Terdaftar, Siap Hadir di Xiaomi 16″
Respons Beragam: Dukungan, Kekhawatiran, dan Permintaan Transisi
Respon terhadap kebijakan ini cukup beragam. Sejumlah asosiasi pelaku e-commerce seperti idEA menyatakan dukungan, asalkan implementasinya dilakukan secara bertahap dan disertai edukasi menyeluruh.
Namun, pelaku UMKM dan netizen menyuarakan kekhawatiran. Banyak yang menilai beban biaya usaha makin berat. Terutama dengan komisi platform yang mencapai 13–15%, ditambah potongan pajak dari omzet. Ada juga kekhawatiran kebijakan ini dapat menurunkan daya saing produk lokal serta memicu kenaikan harga barang di pasar digital.